SURVAI TANAH

Survei Tanah
Berdasarkan intensitas pengamatannya, survei tanah dibedakan atas 6 tingkatan survei, yaitu:
(1) Bagan,
(2) Eksplorasi,
(3) Tinjau,
(4) Semi Detail,
(5) Detail, dan
(6) Sangat Detail.

Penjelasan mengenai kerapatan pengamatan, skala, luas tiap 1 cm2 pada peta, satuan peta dan satuan tanah yang dihasilkan, dan contoh penggunaannya adalah sebagai berikut:

(1) Survei Tanah Tingkat Bagan:
Pada survei tanah tingkat bagan belum dilakukan pengamatan lapang karena cukup dengan menghimpun dari data dan peta yang sudah ada atau cukup dengan studi pustaka; kisaran skala yang dihasilkan lebih kecil atau sama dengan 1: 2.500.000 dan pada umumnya skala yang dihasilkan adalah 1 : 2.500.000; sehingga memiliki luas tiap 1 cm2 pada peta adalah 625 km2; satuan peta yang diperoleh adalah Asosiasi dan beberapa Konsosiasi; satuan tanah yang ditampilkan adalah Ordo dan Sub-Ordo; contoh penggunaannya berupa: Gambaran umum tentang sebaran tanah di tingkat nasional yang dimanfaatkan untuk materi pendidikan.

(2) Survei Tanah Tingkat Eksplorasi:
Pada survei tanah tingkat eksplorasi belum dilakukan pengamatan lapang karena cukup dengan menghimpun dari data dan peta yang sudah ada atau cukup dengan studi pustaka; kisaran skala yang dihasilkan berkisar antara: 1 : 1.000.000 sampai dengan 1: 500.000 dan pada umumnya skala yang dihasilkan adalah 1 : 1.000.000; sehingga memiliki luas tiap 1 cm2 pada peta adalah 100 km2 atau kurang; satuan peta yang diperoleh adalah Asosiasi dan beberapa Konsosiasi; satuan tanah yang ditampilkan adalah Grup atau Sub-Grup; contoh penggunaannya berupa: Perencanaan tingkat Nasional, untuk menentukan penelitian secara terarah, dan dimanfaatkan untuk materi pendidikan.

(3) Survei Tanah Tingkat Tinjau:
Pada survei tanah tingkat tinjau perlu dilakukan pengamatan lapang dengan tingkat kerapatan pengamatan di lapang: 1 tiap 12,5 km2 sampai dengan 1 tiap 2 km2; kisaran skala yang dihasilkan berkisar antara: 1 : 500.000 sampai dengan 1: 200.000 dan pada umumnya skala yang dihasilkan adalah 1 : 250.000 atau 1 : 100.000; sehingga memiliki luas tiap 1 cm2 pada peta adalah 625 hektar atau 100 hektar; satuan peta yang diperoleh adalah Asosiasi, kompleks atau asosiasi; satuan tanah yang ditampilkan adalah Sub-Grup atau Famili; contoh penggunaannya berupa: Perencanaan pembangunan makro di tingkat Regional dan Provinsi, Penyusunan tata ruang wilayah propinsi, Penyusunan rencana penggunaan lahan secara nasional, penentuan lokasi wilayah prioritas untuk dikembangkan.

(4) Survei Tanah Tingkat Semi Detail:
Pada survei tanah tingkat semi detail perlu dilakukan pengamatan lapang dengan tingkat kerapatan pengamatan di lapang: 1 tiap 50 hektar; kisaran skala yang dihasilkan berkisar antara: 1 : 100.000 sampai dengan 1: 25.000 dan pada umumnya skala yang dihasilkan adalah 1 : 50.000; sehingga memiliki luas tiap 1 cm2 pada peta adalah 25 hektar; satuan peta yang diperoleh adalah: Konsosiasi, beberapa kompleks dan asosiasi; satuan tanah yang ditampilkan adalah Famili atau Seri; contoh penggunaannya berupa: Penyusunan peta tata ruang wilayah kabupaten/kota; Perencanaan mikro dan operasional untuk proyek-proyek pertanian, perkebunan, transmigrasi, perencanaan dan perluasan jaringan irigasi.

(5) Survei Tanah Tingkat Detail:
Pada survei tanah tingkat detail perlu dilakukan pengamatan lapang dengan tingkat kerapatan pengamatan di lapang: 1 tiap 12,5 hektar atau 1 tiap 8 hektar atau 1 tiap 2 hektar; kisaran skala yang dihasilkan berkisar antara: 1 : 25.000 sampai dengan 1: 10.000 dan pada umumnya skala yang dihasilkan adalah 1 : 25.000 atau 1 : 20.000 atau 1 : 10.000; sehingga memiliki luas tiap 1 cm2 pada peta adalah 6,25 hektar atau 5 hektar atau 1 hektar; satuan peta yang diperoleh adalah: Konsosiasi, beberapa kompleks; satuan tanah yang ditampilkan adalah Fase dari Famili atau Seri; contoh penggunaannya berupa: Perencanaan mikro dan operasional untuk proyek-proyek pengembangan tingkat kabupaten atau kecamatan, perencanaan pemukiman transmigrasi, perencanaan dan pengembangan jaringan irigasi sekunder dan tersier.

(6) Survei Tanah Tingkat Sangat Detail:
Pada survei tanah tingkat sangat detail perlu dilakukan pengamatan lapang dengan tingkat kerapatan pengamatan di lapang: 2 tiap 1 hektar; kisaran skala yang dihasilkan berkisar antara: 1 : 10.000 atau berskala lebih besar; pada umumnya skala yang dihasilkan adalah 1 : 5.000; sehingga memiliki luas tiap 1 cm2 pada peta adalah 0,25 hektar; satuan peta yang diperoleh adalah: Konsosiasi; satuan tanah yang ditampilkan adalah Fase dari Seri; contoh penggunaannya berupa: Perencanaan dan pengelolaan lahan di tingkat petani, penyusunan rancangan usaha tani konservasi; intensifikasi penggunaan lahan kebun.


Daftar Pustaka:

Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 233 halaman.

DASAR DASAR MINERALOGI

DASAR-DASAR MINERALOGI

Kimia Mineral
Komposisi kimia suatu mineral merupakan hal yang sangat mendasar, karena beberapa sifat-sifat mineral/kristal tergantung kepadanya. Sifat-sifat mineral/ kristal tidak hanya tergantung kepada komposisi tetapi juga kepada susunan meruang dari atom-atom penyusun dan ikatan antar atom-atom penyusun kristal/mineral.
Daya yang mengikat atom (atau ion, atau grup ion) dari zat pada kristalin adalah bersifat listrik di alam. Tipe dan intensitasnya sangat berkaitan dengan sifat-sifat fisik dan kimia dari mineral. Kekerasan, belahan, daya lebur, kelistrikan dan konduktivitas termal, dan koefisien ekspansi termal berhubungan secara langsung terhadap daya ikat.
Kimia mineral merupakan suatu ilmu yang dimunculkan pada awal abad ke-19, setelah dikemukakannya "hukum komposisi tetap" oleh Proust pada tahun 1799, teori atom Dalton pada tahun 1805, dan pengembangan metode analisis kimia kuantitatif yang akurat. Karena ilmu kimia mineral didasarkan pada pengetahuan tentang komposisi mineral, kemungkinan dan keterbatasan analisis kimia mineral harus diketaui dengan baik.
Prinsip-prinsip kimia yang berhubungan dengan kimia mineral
Hukum komposisi tetap (The Law of Constant Composition) oleh Proust (1799):
Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap senyawa adalah tetap"
Teori atom Dalton (1805) :
Setiap unsur tersusun oleh partikel yang sangat kecil dan berbentuk seperti bola yang disebut atom.
Atom dari unsur yang sama bersifat sama sedangkan dari unsur yang berbeda bersifat berbeda pula.
Atom dapat berikatan secara kimiawi menjadi molekul.

Sifat Fisik Mineral
Penentuan nama mineral dapat dilakukan dengan membandingkan sifat-sifat fisik mineral antara mineral yang satu dengan mineral yang lainnya. Sifat-sifat fisik mineral tersebut meliputi: warna, kilap (luster), kekerasan (hardness), gores (streak), belahan (cleavage), pecahan (fracture), struktur/bentuk kristal, berat jenis, sifat dalam (tenacity), dan kemagnetan.


Bentuk Kristal
Pada wujudnya sebuah kristal itu seluruhnya telah dapat ditentukan secara ilmu ukur, dengan mengetahui susut-sudut bidangnya. Hingga saat ini baru terdapat 7 macam sistem kristal. Dasar penggolongan sistem kristal tersebut ada tiga hal, yaitu:
jumlah sumbu kristal,
letak sumbu kristal yang satu dengan yang lain
parameter yang digunakan untuk masing-masing sumbu kristal
Adapun ke tujuh sistem kristal tersebut adalah:
Sistem isometrik; Sistem ini juga disebut sistem reguler, bahkan sering dikenal sebagai sistem kubus/kubik. Jumlah sumbu kristalnya 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Masing-masing sumbu sama panjangnya.
Sistem tetragonal; Sama dengan sistem isometrik, sistem ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang yang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Sistem rombis; Sistem ini disebut juga orthorombis dan mempunyai 3 sumbu kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lain. Ketiga sumbu kristal tersebut mempunyai panjang yang berbeda.
Sistem heksagonal; Sistem ini mempunyai empat sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu yang lain. Sumbu a, b, dan d masing-masing saling membentuk sudut 120o satu terhadap yang lain. Sumbu a, b, dan d mempunyai panjang yang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Sistem trigonal; Beberapa ahli memasukkan sistem ini ke dalam sistem heksagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya bila pada trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang berbentuk segienam kemudian dibuat segitiga degnan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

Sistem monoklin; Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu b; b tegak lurus terhadap c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yangpaling panjang dan sumbu b yang paling pendek.

Warna
Adalah kesan mineral jika terkena cahaya. Warna mineral dap at dibedakan menjadi dua, yaitu idiokromatik, bila warna mineral selalu tetap, umumnya dijumpai pada mineral-mineral yang tidak tembus cahaya (opak), seperti galena, magnetit, pirit; dan alokromatik, bila warna mineral tidak tetap, tergantung dari material pengotornya. Umumnya terdapat pada mineral-mineral yang tembus cahaya, seperti kuarsa, kalsit.

Kilap
Adalah kesan mineral akibat pantulan cahaya yang dikenakan padanya. Kilap dibedakan menjadi dua, yaitu kilap logam dan kilap bukanlogam. Kilap logam memberikan kesan seperti logam bila terkena cahaya. Kilap ini biasanya dijumpai pada mineral-mineral yang mengandung logam atau mineral bijih, seperti emas, galena, pirit, kalkopirit. Kilap bukan-logam tidak memberikan kesan seperti logam jika terkena cahaya. Kilap jenis ini dapat dibedakan menjadi :
Kilap kaca (vitreous luster)

memberikan kesan seperti kaca bila terkena cahaya, misalnya: kalsit, kuarsa, halit.
Kilap intan (adamantine luster)
memberikan kesan cemerlang seperti intan, contohnya intan
Kilap sutera (silky luster)
memberikan kesan seperti sutera, umumnya terdapat pada mineral yang mempunyai struktur serat, seperti asbes, aktinolit, gipsum
Kilap damar (resinous luster)
memberikan kesan seperti damar, contohnya: sfalerit dan resin
Kilap mutiara (pearly luster)
memberikan kesan seperti mutiara atau seperti bagian dalam dari kulit kerang, misalnya talk, dolomit, muskovit, dan tremolit.
Kilap lemak (greasy luster)
menyerupai lemak atau sabun, contonya talk, serpentin
Kilap tanah (earthy) atau kirap guram (dull)
kenampakannya buram seperti tanah, misalnya: kaolin, limonit, bentonit.

Kekerasan
Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Secara relatif sifat fisik ini ditentukan dengan menggunakan skala Mohs (1773 – 1839), yang dimulai dari skala 1 yang paling lunak hingga skala 10 untuk mineral yang paling keras. Skala Mohs tersebut meliputi (1) talk, (2) gipsum, (3) kalsit, (4) fluorit, (5) apatit, (6) feldspar, (7) kuarsa, (8) topaz, (9) korundum, dan (10) intan.
Masing-masing mineral tersebut diatas dapat menggores mineral lain yang bernomor lebih kecil dan dapat digores oleh mineral lain yang bernonor lebih besar. Dengan lain perkataan SKALA MOHS adalah Skala relative. Dari segi kekerasan mutlak skala ini masih dapat dipakai sampai yang ke 9, artinya no. 9 kira-kira 9 kali sekeras no. 1, tetapi bagi no. 10 adalah 42 kali sekeras no. 1
Untuk pengukuran kekerasan ini, dapat digunakan alat sederhana seperti kku tangan, pisau baja dan lain-lain, seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 3.1. Alat Penguji Kekerasan
Alat penguji Derajat Kekerasan Mohs
Kuku manusia 2,5
Kawat tembaga 3

FISIKA TANAH

Fisika Tanah

Menyangkut masalah perbandingan padatan, cairan, dan udara tanah
Mempengaruhi penetrasi dan perkembangan akar, pengikatan air, serta serapan air dan hara

Komponen Fisika tanah
  1. Tekstur
  2. Struktur dan Konsistensi
  3. Kerapatan isi dan kerapatan jenis
  4. Porositas
  5. Warna
  6. Temperatur
1. Tekstur
Tekstur : Ialah perbandingan relatif dalam persen antara pasir debu dan liat
PASIR = MINERAL BERUKURAN >50 µ - 2000 µm = mineral primer
Terasa kasar diantara 2 jari, tdk menyimpan air, hara tdk tersedia
DEBU = 2 – 50µm = mineral primer & sekunder
Terasa seperti bedak, sedikit nyimpan air, hara tersedia sdkit
LIAT = < 2 µm

















2. Struktur tanah:
Adalah penyusunan atau agregasi dari butir-butir tanah primer dan sekunder spt pasir, debu dan liat membentuk agregat2 yg satu sama lain dibatasi oleh bidang belah alami yg lemah (dapat dipisah dg gaya yg lemah)
Struktur dibungkus oleh selaput tipis yg disebut film yg terdiri atas misel jamur, humus atau senyawa kapur


  • CLOD = ,, ,, akibat ganguan
  • PED = agregat terjadi secara alamiah
  • FRAGMENT= akibat pecahnya massa tnh
  • KONKRESI = akibat pengikatan oleh liat, besi, kapur, dll
  • MASIF = padat tidak berstruktur = liat
  • LOSS = tidak terikat sama sekali = pasir








Pembentukan Struktur Tanah
3 bahan koloid tanah sebagai perekat (cementing agent) dalam pembentukan aggregat:
  • Mineral liat
  • Oksida Fe & mn bersifat koloid
  • Koloid organik
  • Microbial gum (Peneliti di Wisconsin)





3. Konsistensi
konsistensi tanah (erat hubungannya dengan kadar air tanah) yaitu manifestasi gaya-gaya fisika , kohesi dan adesi, yang bekerja di dalam tanah pada kandungan air yang berbeda-beda

Konsistensi dipengaruhi:
  1. tekstur,
  2. sifat dan jumlah koloid unorganik
  3. sifat dan jumlah koloid organik
  4. Struktur
  5. KA tanah
Peranan Konsistensi:
  • Untuk klassifikasi tanah
  • Menentukan tkt akumulasi liat dalam profil tanah (russel, 1926)
  • Menentukan tipe dan tkt pengolahan tanah
  • Menentukan design alat berat
4. Porositas Tanah

TRP (total ruang pori):
% TRP = (1- BV/BJ) x 100
% Padat Tanah = BV/BJ x 100

Bila tanah punya BV 1.35 dengan kandungan BO < 2%, maka %TRP tanah tsb = 50%.

Mempengaruhi ketersediaan air dan O2 bagi tanaman, permeabilitas (kemampuan tanah utk mentransfer air atau udara)

TRP tidak menentukan jlh air tersedia bagi tanaman, tapi distribusi pori sangat menentukan

Dipengaruhi oleh: BV dan BJ (lansung), tekstur, struktur

BV : (Kerapatan Isi) Berat masa persatuan volume tanah (termasuk
volume pori) kering oven
BV tanah lap olah
bertekstur halus biasanya 1.0-1.3 g cm-3
Tekstur kasar 1.3-1.8 g cm-3
BV tanah ber-BO tinggi < ber-BO rendah
BV t.organik < t.mineral , 0.2 -0.6 g cm-3
BV Andisols kl 0.8 g cm-3

Bila BV tanah lap olah (20 cm) 1.0 gcm-3 (=1 Mg m-3) maka berat tanah tsb dalam 1 ha = 100 m x 100 m x 0.2 m x 1 Mg m-3= 2000 Mg ha-1 = 2 x 106 kg ha-1

BV = Berat tanah kering oven (105oC)
Volume tanah (cm-3)

BJ (Kerapatan Partikel ): Berat masa persatuan volume partikel tanah (tanpa pori) kering oven
BD tanah mineral umumnya 2.60-2.70 g cm-3, dengan rata-rata 2.65 g cm-3 tidak banyak bervariasi
BD dipengaruhi tekstur dan bahan mineral tanah

5. Suhu dan Udara
Udara Tanah
Udara tanah mempengaruhi:
  • Pertumbuhan dan perkembangan akar
  • Pernafasan akar
  • Serapan air dan hara
  • Aktifitas organisma tanah
Suhu Tanah
mempengaruhi aktifitas jasad hidup tanah

Mempengaruhi rx kimia ketersediaan hara bagi tanaman

Dipengaruhi oleh warna, KA, dan drainase tanah, serta radiasi matahari, musim, dan mulsa

Fungsi Mulsa:
  • Menyerap sebagian radiasi matahari
  • Mereduksi kehilangan panas dari tanah
  • Mereduksi evaporasi dari muka tanah
6. Warna Tanah

Peran Warna Tanah:
  • Petunjuk sifat tanah eg. kandungan BO, aerase dan drainase
  • Pembeda hor dalam klasifikasi tanah
Faktor yang mempengaruhi:
  • Mineral tanah dan BO, eg, tanah warna hitam biasanya BO tinggi
  • Drainase tanah jelek, akumulais BO tinggi, warna tanah sangat gelap
  • Oksida besi:
  • -hematite = warna merah
  • Goethite = warna kuning
Penentuan warna tanah:
  • Menggunakan Munsell soil color chart
  • 3 prinsip warna tanah: Hue, Value, dan Chroma
  • Hue: panjang gelombang dominan atau warna dari cahaya
  • Value: (= kekerasan cahaya): jumlah total cahaya
  • Chroma:kemurnian relatif dari panjang gelombang cahaya yang dominan
  • Eg: 10 YR 6/4 =
10 YR = hue
6 = value
4 = chroma